Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) Palembang Siloam

10:03 AM


1. Keterkaitan dengan GKJ
Perkembangan GKSBS Palembang Siloam tidak bisa dilepaskan dari Gereja Kristen Jawa. Keterkaitan GKSBS Palembang Siloam dengan GKJ pertama-tama ada pada latar belakang kebanyakan jemaat GKSBS Palembang Siloam yang berlatar belakang suku Jawa dan sebelumnya juga adalah jemaat GKJ di Jawa. Selanjutnya berkenaan dengan peran GKJ yang begitu besar dalam penghimpunan dan pemeliharaan persekutuan di Sumatera Selatan[1]. Secara Sinodal, sebelum akhirnya GKSBS menjadi Sinode sendiri (th. 1987) GKSBS adalah bagian dari Sinode GKJ yang biasa disebut dengan Sinode Wilayah I GKJ (yang wilayahnya meliputi : Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Jambi). Sejarah inilah yang sedikit banyak mempengaruhi model begereja di GKSBS sangat mirip dengan GKJ.


2. Rumah Bersama
Wujud persekutuan yang menjadi cikal bakal GKSBS Palembang Siloam nampak jelas sejak tahun 1953. Jemaat ini terdiri dari orang-orang Kristen Jawa yang tinggal dan bekerja di kota Palembang. Mula-mula ibadah dilakukan dari rumah ke rumah. Namun dikemudian hari hal ini dipandang tidak memungkinkan lagi sebab semakin banyak jemaat yang bergabung dalam persekutuan ini. Oleh kemurahan dari Gereja Gereformeed Plaju di Palembang, jemaat inipun mendapat tempat ibadah di Gereja Putih, meski harus bergantian dengan HKBP. Singkat cerita dengan semangat berskutu yang besar dan didasarkan dengan tata peraturan GKJ maka pada tahun 1956 diresmikanlah Jemaat ini menjadi Gereja Dewasa.

Sejak awal pendewasaannya, Gereja ini telah menunjukkan wawasan yang cukup luas. Hal ditandai pertama-tama dalam penggunaan nama Gereja yang tidak mencantumkan nama Gereja Kristen Jawa, melainkan dengan menggunakan nama Gereja Kristen Palembang Siloam. Yang kedua, dengan menggantikan penggunaan bahasa bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dalam hal administrasi/surat menyurat, dan memperbanyak penggunaan bahasa Indonesia dalam pelayanan-pelayanan ibadah. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan pemahaman orang bahwa GKP Siloam adalah Gereja suku. Selanjutnya dengan pilihan sikap ini diharapkan tidak menutup kemungkinan jemaat yang tidak berlatar belakang suku Jawa dan atau Gereja Jawa dapat bergabung di dalamnya. Masih dalam kerangka menghayati konteksnya, maka dalam Sidang IV Sinode GKSBS di Bandar Lampung diputuskan bahwa nama Gereja-Gereja yang ada dalam Sinode GKSBS tidak lagi menggunakan nama yang berlain-lainan[2]. Menindaklanjuti keputusan itu maka nama GKP Siloam pun berganti nama menjadi GKSBS Palembang Siloam.

Jemaat GKSBS Palembang Siloam pada umumnya adalah para perantau karean tugas pekerjaan dan atau yang mencoba peruntungan hidup di kota Palembang. Tekad yang kuat untuk mengubah hidup membuat mereka mengambil resiko meninggalkan sanak keluarga dan tanah kelahiran mereka. Segala resiko yang mereka harus hadapi membuat mereka berharap bahwa sesampainya di Palembang, mereka dapat berjumpa dengan saudara. Perjumpaan satu dengan lain dalam suasana kesenasiban teryata membawa dampak positip. Dalam kesenasiban inilah kebersamaan dihayati sampai rasa persaudaraanlah yang bertumbuh. Di sinilah letak kekhususan GKSBS Palembang Siloam sebagai rumah bersama, sebab di sinilah mereka yang Kristen (dari Jawa dan non Jawa) menemukan saudara Kristen. Dalam hal ini Gereja menjadi tempat mereka bernaung, menjadi tempat mereka bergumul, dan menjadi tempat bersama menaruh harapan. Ikatan persaudaraan dieratkan dan semakin kuat sebab pada umumnya mereka memiliki perasaan, pergumulan dan pengharapan yang sama. Di sinilah kekhasan lainnya dari GKSBS Palembang Siloam yakni sebagai “Gereja para perantau”. Dalam penghayatan seperti inilah peran dan fungsi GKSBS Palembang Siloam sebagai rumah bersama sangat dirasakan.

Instagram Images